Kamis, 29 Juli 2010

pacu jalur 2010


Teluk Kuantan – Event Nasional Pacu Jalur untuk tahun 2010 ini rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 29 Juli – 1 Agustus 2010. Mengingat pada bulan Agustus yang biasanya jadwal tetap even ini dilaksanakan kita sudah memasuki bulan Ramadhan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuantan Singingi, Tarmis S.Pd di ruang multimedia kantor bupati (12/04/2010). Rapat ini juga dihadiri sejumlah kepala dinas dan badan di lingkungan Pemkab Kuansing, serta camat di wilayah Kabupaten Kuansing. Pihak kecamatan juga diminta menyosialisasikannya kepada masyarakat dimasing-masing kecamatan.

Sedangkan untuk pelaksanaan even pacu jalur tingkat kecamatan, rencananya akan dibahas dalam rapat selanjutnya. Namun kapan waktunya belum bisa dipastikan. Seperti yang diungkapkan Tarmis sebelumnya, di dalam pertemuan pelaksanaan pacu jalur tingkat kecamatan akan tetap dibagi atas tiga rayon. Rayon I Kecamatan Kuantan Hilir, Inuman dan Cerenti, rayon II Kecamatan Kuantan Mudik, Gunung Toar dan Hulu Kuantan dan rayon III Kecamatan Kuantan Tengah, Benai dan Pangean.

Untuk masing-masing lokasi pacu jalur tingkat kecamatan tahun ini belum ditentukan kecamatan mana yang akan menjadi tuan rumah.

Minggu, 18 Juli 2010

Festival Pacu Jalur Tuansing


Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur.

Kayu gelondongan ini sengaja diambil dari hutan yang ada di wilayah Kuantan Singingi, bukan sembarang kayu yang bisa dipergunakan untuk jalur ini, sebelumnya tukang jalur atau orang yang ahli dalam membuat jalur ini pergi ke hutan untuk survey kayu, ada banyak kriteria kayu yang dijadikan sebagai jalur terutama besar (diameter) dan panjang kayu itu sendiri, setelah kayu ditemukan, kayu tersebut ditandai , setelah itu beberapa waktu kemudian dilakukan penebangan terhadap kayu tersebut yang tentu saja ada ritual tersendiri, ini filosifinya adalah menghormati dan minta izin kepada hutan belantara untuk mengambil kayu yang cukup besar, disini dapat kita ambil hikmahnya, menebang kayu sebatang saja nenek moyang kita pun masih banyak mempertimbangkan dan memperhatikan ekologi hutan itu sendiri.

Upacara adat khas daerah Kuansing ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 23—26 Agustus. Panjang perahu/jalur yang digunakan dalam lomba ini berkisar antara 25—40 meter dengan jumlah atlet 40—60 orang tiap perahu. Biasanya, festival ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh ratusan ribu penonton baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Konon, kegiatan lomba dayung ini merupakan warisan budaya masyarakat Kuantan Singingi yang telah berlangsung sejak tahun 1900-an. Perahu atau jalur, dahulu, sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi atau pun hasil hutan. Karena dahulunya sarana transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat adalah sungai yang dikenal dengan nama Sungai Batang Kuantan. Kebiasaan menggunakan perahu inilah yang mungkin merupakan cikal bakal kegiatan Pacu Jalur. Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur juga dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk memeringati serta memeriahkan hari ulang tahun ratu mereka yang bernama Ratu Wilhelmina. Namun, semenjak Indonesia merdeka, Pacu Jalur berangsur-angsur dijadikan upacara khas untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada awalnya, kegiatan Pacu Jalur hanya diikuti oleh segelintir masyarakat di sekitar daerah Kuantan Singingi. Namun, dalam perkembangannya, kegiatan ini banyak mendapat perhatian dan simpati dari berbagai kawasan, terutama daerah-daerah kawasan Riau dan sekitarnya serta mancanegara. Oleh karena itu, saat ini festival Pacu Jalur tidak hanya milik masyarakat Kuantan Singingi saja, melainkan telah menjadi pesta rakyat milik masyarakat Riau dan bahkan milik seluruh masyarakat Indonesia, karena Pacu Jalur sudah dimasukkan kedalam agenda pariwisata nasional yang rutin dilakukan tiap tahun.

Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang terbilang sangat meriah. Bagi para wisatawan yang berkunjung ke acara ini dapat menyaksikan kemeriahan festival yang merupakan hasil karya masyarakat Kuantan Singingi ini. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun. Pendeknya, Pacu Jalur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitarnya tumpah ruah menyaksikan acara yang ditunggu-tunggu ini. Karena meriahnya acara ini, konon beredar cerita, bahwa sepasang suami istri harus rela bercerai jika salah satu pasangannya dilarang mendatangi acara tersebut.

Selain sebagai event olahraga yang banyak menyedot perhatian masyarakat, festival Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri. Festival Pacu Jalur dalam wujudnya memang merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin. Namun, masyarakat sekitar sangat percaya bahwa yang banyak menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu atau dukun perahu. Keyakinan magis ini dapat

dilihat dari keseluruhan acara ini, yakni dari persiapan pemilihan kayu, pembuatan perahu, penarikan perahu, hingga acara perlombaan dimulai, yang selalu diiringi oleh ritual-ritual magis. Pacu Jalur dengan demikian merupakan adu/unjuk kekuatan spiritual antar-dukun jalur. Selain perlombaan, dalam pesta rakyat ini juga terdapat rangkaian tontonan lainnya, di antaranya Pekan Raya, Pertunjukan Sanggar Tari, pementasan lagu daerah, Randai Kuantan Singingi, dan pementasan kesenian tradisional lainnya dari kabupaten/kota di Riau.
Para wisatawan yang berkunjung ke festival ini juga dapat mengunjungi obyek-obyek wisata lainnya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi penyelenggaraan acara ini, seperti Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban di Desa Lubuk Ambacang, dan Desa Wisata Sentajo yang menyimpan warisan rumah adat tradisional zaman dahulu dan mesjid tua Pangean yang menyimpan sejarah.

Pacu Jalur diselenggarakan di pinggir Sungai Kuantan (Teluk Kuantan) yang juga terkenal dengan nama Tepian Narosa di Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau, Indonesia.

Lokasi Pacu Jalur yang berada di Tepian Narosa berjarak kira-kira 150 km dari Kota Pekanbaru ke arah selatan. Dengan menggunakan kendaraan pribadi roda empat, para wisatawan yang ingin menyaksikan event besar ini, cukup menempuh perjalanan sekitar tiga setengah jam dari Kota Pekanbaru. Alernatif lain untuk menuju lokasi acara pesta rakyat ini adalah menggunakan transportasi umum yang tersedia dari Kota Pekanbaru menuju Kota Kuantan Singingi.

PACU JALUR KUANSING


Pacu Jalur adalah perlombaan tradisional Kabupaten Kuantan Sengingi. Nama "Pacu Jalur" merupakan sebutan dari sampan panjang dengan nama Jalur yang digunakan untuk berpacu atau berlomba

Satu Jalur terdiri 50-an orang, dan mereka mendayung semua, kecuali dua orang yaitu satu anak kecil diujung depan sampan yang terkadang berdiri dan menari-menari mengikut irama dayung dan satu lagi berdiri seperti Pawang. Dia berperan sebagai pemberi irama dayung, sang Pawang bukan orang sembarangan karena tugasnya tidak mudah dalam bersinergi dengan lajunya Jalur karena perlombaan Pacu Jalur ini sangat sarat dengan nilai Magis.

Mereka berpacu di Sungai Kuantan yang dikenal dengan nama Batang Kuantan. Lintasan pacu kurang lebih 2 km. Aba-aba start, dengan meriam bambu, dimulai apabila ujung depan semua jalur sudah benar-benar pada satu garis lurus, memang tidak mudah melihat arus sungai yang tidak tenang.

Nah setelah melewati garis finish, semua peserta Pacu Jalur berputar balik dan menjalankan jalurnya lebih pelan ketika melewati Tribun VIP